Fatherless
"Demi bapak & anaknya. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah." (QS al balad 3-4)
---- oOo ----
Allah bersumpah demi bapak dan anaknya yang merupakan faktor relasi terpenting untuk melestarikan kelangsungan hidup manusia. Harga yang harus dibayar Ketika relasi ayah- anak putus adalah krisis generasi.
Katakanlah, krisis terbesar yang bisa dihadapi seorang anak itu ga cuma kemiskinan, penindasan/ buly, putus sekolah karena yatim struktural (kehilangan ayah yang wafat). Melainkan juga kehilangan ayah yang pergi (Yatim fungsional). Dampaknya bisa lebih parah. Apakah ayahnya pergi melalui kecurangan/ selingkuh, kepengecutan, atau diusir, efeknya sama : Fatherless generation, anak tanpa kompas. Masa depan tanpa rancangan. Sebuah warisan tanpa sandaran. Ayah yang selingkuh Tidak Hanya Menghianati Istrinya tapi juga Menghancurkan Anak-anaknya.
Perselingkuhan itu tidak hanya menghancurkan kepercayaan. Juga mengganggu nasab - seluruh garis keturunan. Karena di hari seseorang menjadi seorang ayah, hari itu dia menjadi seorang pemimpin sekaligus kekasih. Dan hari saat pemimpin meninggalkan fungsinya, adalah hari seluruh kerajaan runtuh.
Istri yang menggunakan hak Undang-undang gugatan cerai Tidak Lebih Baik. Tidak perlu berpura-pura: meski Pengadilan mendukungnya & netizen akan menyebut itu pemberani—bahkan meski sebenarnya lebih ke alasan ego yang terluka. Namun sadarilah mendepak seorang ayah keluar dari kehidupan anak-anaknya karena emosi, itu bukanlah kekuatan/ kemandirian, melainkan Sabotase generasi.
Anak-anak tidak peduli dengan ego Anda. Mereka lebih peduli tentang konsistensi: kedua ortu nya konsisten hadir memberikan fungsi pengasuhan, keteladanan, & dukungan tumbuh kembangnya. Untuk itu pikirkan ulang kelanjutannya. hanya karena Anda dapat menghancurkan seorang pria secara hukum tidak berarti Anda harus benar-benar melakukannya.
Statistik mengonfirmasikannya: Anak-anak mampu berprestasi lebih baik dengan kehadiran suport sang ayah. Studi menunjukkan Anak laki-laki yang dibesarkan tanpa ayah lebih mungkin untuk menjadi pelaku/ korban kekerasan. Anak perempuan yang dibesarkan tanpa ayah lebih mungkin dieksploitasi. Dan semua anak menderita secara emosional ketika ayah tiba-tiba ghosting. Meskipun Ibu single parent sudah dinormalisasi zaman sekarang. Tapi tetap saja itu tidak ideal. Jangan tersinggung, cek saja statistik penjara, angka putus sekolah & depresi.
Untuk para Wanita yang berhasil memenangkan gugatan cerai: Berhentilah menghapus peran Ayah dari anak-anakmu hanya karena pernikahanmu gagal. Jika kau jatuh cinta lagi & move on. itu bagus. Namun bukan berarti mantanmu hilang begitu saja. Saat kau mengajari anakmu membenci & melawan ayah mereka, sadarilah kau tidak sedang melindungi mereka. Melainkan sebenarnya kau menghukum mereka, dengan mewariskan kebencian & traumamu. Dan anak-anak akan membencimu karenanya, ketika mereka dewasa kelak.
Ketidakhadiran ayah tak sekedar luka. Itu kutukan. Maka untuk para Pria: Berhentilah memulai keluarga yang anda belum siap pimpin. Dan jika ingin menjadi seorang ayah, berhenti bertingkah seperti bocah yang suka main-main aja & lari dari tanggung jawab. Anda tidak bisa menipu diri dengan cuma menyalahkan istri lalai yang telah abai & membuatmu pergi, lalu tinggal nyari ganti yang lain. Anda tidak bisa memulai berkeluarga lagi dari awal dan pura-pura sudah move on dengan menganggap keluarga pertamamu tidak ada.
Anda tidak akan bisa "sembuh" dengan menghilang dari kehidupan anak-anak Anda. Kepemimpinan ayah bukanlah kenyamanan. Ini akad perjanjian susah payah sehidup semati. Dan seorang pria yang tidak bisa menepati janjinya semestinya tidak pantas lagi mengharapkan loyalitas dari anak-anaknya di kemudian hari.
Anak-anak korban perceraian meskipun terlihat tangguh mereka tidak tangguh. Mereka hanya diam, jangan tertipu. Senyum mereka itu menutupi kebingungan. Keheningannya menyembunyikan trauma & tekad Bahwa "hidupku akan baik-baik saja" Yang tiap hari terus dipaksa untuk berlatih terlihat baik-baik saja, padahal aslinya ga baik-baik saja.
Mereka memperhatikan: bahwa cinta sejati kedua orang tuanya ternyata tidaklah abadi, namun sangat rapuh & mudah terganti. Disinilah mereka mulai trust isue / susah percaya sama orang. Ketika pasangan baru Anda mendapat perhatian lebih, ditambah hadirnya adik tiri yang menyita banyak perhatian. Saat itulah anak cemburu & merasa tersisihkan. Ketika anak merasakan tak lagi diajak / diundang ke berbagai momen penting maupun sepele. Saat itulah cinta sang anak mulai terasa seperti dalam kompetisi sengit yang hasilnya selalu jadi pihak kalah dan terbuang. Saat Mereka tidak mampu "beradaptasi", Membiasakan diri dengan itu, mereka hancur diam-diam. Apalagi kalau ada KDRT, jelas mending minggat cari pelarian dari sakitnya "broken home". Cari sandaran perlindungan maskulinitas.
Maskulinitas Harus Diteladankan (role model), bukan hanya diajarin. Anak laki-laki tidak menjadi laki-laki melalui kuliah. Mereka menjadi pria dengan meneladani satu sosok panutannya (ayah). Dan jika ga nemu? Mereka akan menemukan sosok maskulinitas di jalanan, layar, atau kekacauan. Dan tak satu pun dari tempat-tempat itu membangun pria yang bisa dibanggakan. Anak perempuan yang mencari maskulinitas di luar rumah, akan terjebak relasi yang lebih tua (electra complex syndrome), jadi simpenan om-om, Na'udzu billahi min dzalik.
Nasehat perceraian: Kamu jangan berhenti menjadi Ayah hanya karena kamu gagal sebagai Suami. Anda mungkin telah kehilangan pernikahan. Tapi jangan sampai kehilangan misi kekhalifahanmu sebagai Ayah. Untuk Wanita yang terluka. Janganlah membajak masa depan anakmu untuk menenangkan egomu. Karena ketika seorang ayah pergi atau diusir. Maka yang paling membayar mahal adalah anak-anak, Warisan Jiwa broken generasi selanjutnya.
Jadi apakah kamu lelaki yang tersesat, Atau wanita yang menutup pintu hatinya. Selagi ada kesempatan perbaikilah. Karena anak-anak tidak peduli siapa yang salah, siapa yang paling benar. Mereka hanya ingin melihat kedua orang tua tetap dalam perjuangan, membersamai mereka.
Untuk ayah bunda yang masih kuat bertahan. Tetaplah saling menguatkan dalam susah payah berjuang di bahtera yang sama. jangan buru-buru loncat kapal. Bangunlah Sakinah, berdamailah semuanya sampai jannah-Nya, disana tempat terakhir yang tak ada lagi kesusahan dan keluh kesah.
Didiklah anak-anak mu dengan Misi Mulia. Terutama anak lelakimu, calon pemimpin umat. Kau sedang membentuk penjaga agama dan pembangun peradaban. Jangan biarkan tuntutan zaman mengikis keteguhanmu mendisiplinkan sekalipun dipandang keras & kolot, karena kelembutan tanpa disiplin hanya akan melahirkan generasi rapuh, lemah dihadapan kemungkaran. Ingatlah pesan Lukman: "Wahai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah berbuat baik, cegahlah kemungkaran!" (QS. Lukman: 17)
Ajarkan Ketegasan yang Berhikmah. Hikmah Disiplin bukan cuma kekerasan& ketangguhan, tapi penempaan karakter penuh cinta & keadilan. Seperti Nabi Ibrahim yang lembut pada Ismail namun teguh pada aturan hukum keadilan Allah. Latih anakmu mengendalikan nafsu emosi, memimpin diri, dan bertanggung jawab. Kerasnya Dunia akan mengujinya kelak – bekali dia dengan iman dan keteguhan (istiqomah) , itu yang akan menyelamatkannya, bukan fasilitas kenyamanan yang melenakan.
Tetaplah bersatu dalam Pengasuhan. Bersinergilah dengan istri dalam mendidik. Selesaikan perbedaan pendapat dengan diskusi dewasa secara tertutup, jangan di hadapan anak. Persatuan orangtua adalah pondasi ketenteraman hati anak. Nabi ﷺ mengajarkan: "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik pada keluarganya" (HR. Tirmidzi). Jadilah tim yang saling menguatkan, bukan saling menyalahkan apalagi melemahkan.
Sempatkan momen berkualitas, kehadiran yang Bermakna. Jadilah ayah yang hadir sepenuh jiwa-raga. Nafkah materi penting, tapi nafkah batin tak kalah pentingnya: memberi waktu berkualitas= memberi teladan akhlak, dan bimbingan spiritual. Sekalipun anda pekerja sosial/ pelayan umat, sempatkan Fokus pada buah hatimu sendiri. Anak akan selalu ingat ayah yang menemani tumbuh kembangnya, bukan ayah yang sibuk mengurusi anak orang sampai lupa anaknya terabaikan.
Wariskan ilmu Ketaqwaan itu yang terus berkembang, Bukan Harta yang cepat habis. Perjuangkan hak mengasuh anak dengan bijak, & serahkan hasil pada Allah. Yang terpenting bukan pengakuan dunia, tapi bekal takwa untuknya. Seperti doa Nabi Zakaria: "Ya Tuhan, karuniakanlah padaku keturunan yang Engkau ridhai" (QS. Ali Imran: 38). Didiklah ia mencintai Al-Qur'an, menghormati ibu, dan membela kebenaran – karena itu warisan abadi seorang ayah.
Anakmu membutuhkan pundakmu untuk bersandar, butuh telingamu untuk didengar, dan teladanmu untuk ditiru. Berikan ketegasan yang menentramkan, disiplin yang menyayangi, dan kepemimpinan yang rendah hati. InsyaAllah Kelak ia akan menjadi cermin terbaik pengabdianmu." 🌿
Referensi:
https://tafsirweb.com/12700-surat-al-balad-ayat-4.html

Komentar
Posting Komentar