TAUHID LEWAT MATEMATIKA



   Lewat matematika kita belajar tauhid. Contoh pernyataan aksioma matematika: "satu adalah satu" , "bukan satu, selain satu" adalah kebenaran terang benderang (bayyinah), begitu pula aksioma 1=1 dan 1+1 = 1+1 adalah kebenaran bayyinah, udah yg paling sederhana, ga perlu lagi bukti.

"plek ketiplek = plek ketiplek" udah benar, JELAS sama persis ga perlu penjelasan bukti.

   Pernyataan 1+1=2 bukan kebenaran aksioma, karena jelas tidak plek sama, belum tentu benar & orang waras boleh meragukannya. Dalam operasi penjumlahan biner 1+1=10.  Dalam operasi penjumlahan vektor kiri kanan 1+1=0. apalagi kalo yg dijumlahkan 1 laki + 1 wanita hasilnya bisa 3,4,5 dst karena jadi beranak pinak (- hahaha dark jokes☺). jadi logika jawaban benernya bisa macem2 bergantung operasional syarat & ketentuan yg berlaku.

Trus apa hubungannya logika matematika dengan logika tauhid?

   Ya nyambung banget. Sebagaimana pernyataan aksioma matematika: "satu adalah satu" , "bukan satu, selain satu" begitu pula kalimat tauhid "tiada Tuhan, selain Allah", "bukan Allah, selain Allah" itu adalah kebenaran terang benderang (bayyinah) udah paling sederhana, ga perlu lagi bukti. semakin nuntut bukti, makin ga jelas Absurd.

   Bukankah lebih mudah memahami kesederhanaan: semua yg banyak ini berawal dari satu. adanya 3 karena ada 1,1,1. dan satu juta ga akan ada tanpa diawali satu (-penjelasan nuktatul wujud, ibnu sajari dalam kitab ghoyatul wushul). Begitu pula lebih mudah memahami kesederhanaan: Semua keberadaan (eksistensi) jagad raya yg seimbang ini berawal dari satu pencipta yaitu Allah (wajibul wujud/ causa prima) maha awal, maha kuasa menciptakan segalanya dari ketiadaan. daripada memahami kerumitan: smua keberadaan (eksistensi) jagad raya ini berawal dari ketiadaan (0 tanpa ada pencipta), lalu tiba2 ada sendiri dari ledakan "big bang" dan otomatis ngacak berevolusi terus menerus jadi bintang, planet, bumi langit dan segala mahluk hidupnya.-akal sehat jelas tidak bisa nerima kemustahilan ini. 

   Akal sehat lebih bisa menerima kebenaran terang benderang (bayyinah) yg paling sederhana, ga perlu lagi bukti. semakin nuntut bukti, makin ga jelas Absurd. permisalan  absurdnya semisal dengan perjaka naif yg ngotot bilang:jika mau bukti cintaku padamu, maka belahlah dadaku, disitu terukir namamu...eh begitu dibelah beneran, ga dapat bukti ada ukiran nama di hati, ga dapet juga cinta dari pasangan, dapatnya modaar sia-sia demi pembuktian absurd. Sama absurdnya dengan orang kafir jahiliah sebelum kenabian Muhammad SAW, yang nantang bukti: "datangkanlah azab dari Allah, kalau benar Ada" akhirnya iman ga dapet, dapatnya azab modaar sia-sia.

   Permisalan absurd berikutnya: pernyataan adanya "tai onta adalah bukti adanya onta". kalau logikanya bener demikian, maka "onta ga terbukti ada, kalau ga ada tai onta" ..lah mana bisa logikanya gitu. tai onta kan cuma jejak/ simbolis/ tanda2,  yg mudah hilang tersapu hujan, sedangkan ontanya masih ada disitu, lagi asyik makan sambil hujan-hujanan ☺.


   Semisal dengan pernyataan Harun Yahya: "Bahwa jagad raya adalah bukti adanya Allah" trus kalo logikanya bener demikian, maka "Allah ga terbukti ada, kalo jagad raya ga ada". lah mana bisa logikanya gitu. sejak kapan Allah yg wajibul wujud, maha kekal, tak berawal-akhir bisa disangkal dengan bukti jagad raya yg fana, yang dulunya ga ada (sebelum diciptakan) dan kelak akan hancur kiamat kubro. Allah ga butuh pembuktian, Dia selalu ada, eksistensi keagungan & kemulian-Nya tak berkurang sedikitpun meski disangkal seluruh mahluknya. 

"Segalanya fana dan tetap kekal wajah Tuhanmu yg memiliki kebesaran dan kemuliaan” (Q.S. al-Rahman: 26-27). 

Semua jagad raya ini bukanlah bukti, melainkan hanyalah tanda2 (ayat) bagi sang pemikir ulil albab. 

اSesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal (Q.S. Ali imran: 190)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan kisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.

 (QS. Albaqarah 165).

Terus apa gunanya iman tanpa pembuktian? 

   Kebenaran iman terlalu absurd untuk dibuktikan, baiknya terima saja iman tanpa perlu pembuktian, tinggal  praktek saja. Sebagaimana terima saja ikrar cinta, tanpa perlu belah dada demi mencari bukti adanya nama "sang cinta" terukir dihati pecinta. tinggal praktek saja, segera nikah, istiqomahlah mencintai, berbuat baik dalam suka dan duka menghadapi dinamika ujian berumah tangga. Jadi sederhananya, literasi yang lebih tepat: ketulusan, kebenaran& kedustaan iman bisa diuji lewat praktek kebaikan yang istiqomah/ operasional yang konsisten.

“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji?”  Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (QS AL-Ankabut2-3).

 "قل امنت بالله ثم استقم ". “Katakan kamu beriman kepada Allah, maka istiqomahlah” (Hadits Arbain 21)

   Begitu pentingnya frase "امنوا و عملوا الصالحات - beriman dan beramal sholeh diulang-ulang sampai sebanyak 50 kali dalam Al Quran. Menandakan iman tanpa amal sholih adalah dusta, tugas orang-orang beriman adalah berlomba dalam kebaikan / kemanfaatan hingga membawa islam pada zaman peradaban emas, bukan malah berebut klaim kebenaran iman dan mengalami kemunduran zaman seperti sekarang. Sesuai ayat:

Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (QS.Fathir 35:32)
   
   Semoga kita termasuk orang beriman yang istiqomah dalam beramal sholih, mendapat keberuntungan karunia Allah yang besar. menjadi husnul khatimah Aamiin ya Rabbal alamin.

--oOo--

Komentar

  1. Barakallah sangat mencerahkan.
    Selama ini umat menyamakan istilah bukti& tanda. Mengapa perlu dibedakan? Tolong diberikan contoh logika "bukti" dalam literasi Quran..

    BalasHapus
  2. HR Muslim: Nabi -SAW- mengutus Usāmah bin Zaid bersama satu pasukan ke Al-Ḥuraqah dari suku Juhainah. Saat mereka sampai ke kaum tersebut dan mendekati mereka, tiba-tiba ada seorang lelaki musyrik yang kabur lalu dikejar oleh Usāmah dan seorang lelaki dari Ansar. Keduanya mengikuti orang itu hendak membunuhnya. Saat keduanya berhasil menemukan orang itu, ternyata orang itu mengucapkan, "Lā ilāha illallāh." Lelaki Ansar itu membiarkannya,sedangkan Usāmah membunuhnya. Saat mereka kembali ke Madinah dan berita tersebut sampai kepada Nabi Muhammad -SAW-, beliau bersabda kepada Usāmah, "Apakah engkau membunuhnya setelah dia mengucapkan, "Lā ilāha illallāh?" Usāmah menjawab, "Ya, wahai Rasulullah. Sesungguhnya dia mengucapkan kalimat itu demi melindungi diri dari pembunuhan dan mencari perlindungan dengannya." Beliau bersabda, "Apakah engkau membunuhnya setelah dia mengucapkan "Lā ilāha illallāh?" Usāmah menjawab, "Ya. Dia mengucapkan kata-kata itu untuk berlindung dari pembunuhan. Padahal dia sudah menyakiti kaum muslimin dan membunuh si fulan dan si fulan." Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Mengapa engkau tidak belah saja hatinya hingga engkau meyakininya dan memastikannya. Lantas apa yang akan engkau lakukan, jika kalimat Lā ilāha illallāh datang pada hari kiamat? Siapa yang akan memberi syafaat kepadamu? Siapa yang akan membelamu dan mendebat jika kalimat tauhid didatangkan dan dikatakan kepadamu, "Kenapa engkau membunuh orang yang mengucapkan kalimat itu?' Usamah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Hingga aku berharap bahwa diriku belum masuk Islam sebelum hari ini." Sebab, jika dia masih kafir lalu masuk Islam, pasti Allah memaafkannya.

    BalasHapus
  3. Selama ini banyak yg belum bisa bedakan antara bukti dan tanda. untuk bisa bedakan kita perlu memahami literasi surat alfurqon (pembeda) -Q.S.25: 45,
    "Tidakkah engkau memperhatikan (ciptaan) Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang; dan sekiranya Dia menghendaki, niscaya Dia jadikannya (bayang-bayang itu) tetap, kemudian Kami jadikan matahari sebagai bukti (dalilan)".

    di suatu negri tanpa teknologi penunjuk waktu, matahari adalah bukti (keterangan nyata yg terang benderang) pembenar momen subuh, dhuha, dhuhur, ashr, magrib. bukti= dalilan (Q.S.Al furqon: 45). tanda= ayat (Q.S. Ali imran: 190).
    Jadi matahari bukti adanya cahaya, cahaya bukti adanya bayangan. bukti lebih terang benderang daripada yg dibuktikan. Sejak kecil kita diajari bahwa ciptaan adalah bukti adanya pencipta (dalil Aqli sifat wujud) ini keliru.Semua alam semesta ini hanyalah tanda=ayat bagi yg mikir (ulil albab).

    sinonim dalilan dalam literasi Quran adalah burhan (bukti/keterangan penjelas) yang terang benderang sesuai dalam surat An-Nisaa’: 174 "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian bukti kebenaran dari Tuhan kalian (Nabi Muhammad & mukjizat Quran), dan telah Kami turunkan kepada kalian cahaya yang terang ben­derang.
    Jadi DALILAN=Burhan= bukti kebenaran,adalah keterangan penjelas yang terang benderang, yang dapat digunakan untuk membuktikan atau membantah klaim atau fakta tertentu.

    mufrodat Dalilan tidak bisa disamakan dengan Ayat=tanda, jejak, indikator yg fana & rapuh.

    dalilan/bukti& ayat/tanda perlu untuk dibedakan, agar nalar tetap sehat tidak tertipu dengan "tanda yg disamakan sebagai bukti".
    contoh: sedekah adalah tanda/indikator keimanan bagi orang beriman yg mampu, bukan bukti keimanan .
    jadinya kasihan jamaah yg tidak mampu, dipaksa sedekah motor oleh ustadz YM dengan ayat2 sedekah, sampe pulang jln kaki. krn malu dikatain tidak beriman/kafir dihadapan jamaah (terpojokan dengan psikologi massa).
    dia tak berani menggugat: bahwa masih beriman lho,meski ga sedekah jor-joran, semampunya misal maksimal 1/3 penghasilan (ada hadis sahihnya riwayat Muslim, yg dikutib Imam Nawawi dalam kitab Riyadus Shalihin: "Apa yang engkau lakukan terhadap kebun ini ?”. Pemilik kebun menjawab : ”Bila kamu berkata demikian, sesungguhnya aku menggunakan hasilnya untuk bersedekah sepertiganya. Aku dan keluargaku memakan daripadanya sepertiganya, dan yang sepertiganya kukembalikan ke sini ).
    atau masih beriman lho meski ga bisa sedekah jor-joran ke ustadz YM karena kondisi sementara ini masih miskin gharimin masih terlilit utang dan penghasilannya diprioritaskan untuk bayar utang& biaya hidup keluarganya (hujahnya:"Menunda-nunda bayar utang bagi orang yang mampu (bayar) adalah kezaliman." (HR Bukhari, Muslim, Nasai, Abu Dawud, Tirmidzi)."Siapa saja yang berutang, sedang ia berniat tidak melunasi utangnya, maka ia akan bertemu Allah sebagai seorang PENCURI." (HR Ibnu Majah, hasan shahih)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer