Kawan lamaku yang lama hilang

3 Sept 2018

 

    Seorang kawan lama, sebaya denganku 36 tahun, mantan ketua takmir rohis SMAku dulu, setelah 14 tahun tak jumpa kini bisa ketemu lagi dalam momen spontan di terminal Ponorogo. Aku mengenal watak  pemimpin yang ksatria & tangguh dalam dirinya sejak remaja. Dia sangat teguh memegang prinsip-prinsip kesejatian, altruisme, pluralis & toleransi.  Ku banyak menyerap prinsip kesejatian hidup darinya bukan lewat kata-kata tapi melihat langsung kehidupannya yang jauh lebih dewasa dari anak-anak seusia SMA lainnya.

    Yes his Action speak louder than words. Kusaksikan sendiri saat kawan kawan SMA lainnya masih galau-galaunya dengan cinta monyet, galau pasangan promp night & krisis pencarian jati diri dalam pergaulan geng yang salah, eeh dia beda sendiri. dengan tangguhnya dia memimpin ekspedisi tamir SMA memikul karung-karung beras zakat & hewan kurban melewati rute sulit pegunungan untuk kampung tertinggal dengan ratusan warga keterbelakangan mental di lokasi terpencil desa krebet. 

    Lain waktu dia bantu dengan tulus tim kecilku projek riset KIR (Kelompok Ilmiah Remaja) tentang objek antikoagulasi pada lintah lokal, dia pimpin berburu spesies pacet/lintah lokal di bukit hutan pudak dengan bekal minimalis (sampai nebeng truk angkut sayur), dan yang paling seru sekaligus mengharukan adalah saat dia jadikan dirinya terdepan sebagai umpan agar pacet gunung nempel ke kakinya dengan cara dia nyebur di sepanjang jalur sungai dingin disana sambil menggigil (aku masih inget wajah kurusnya yang membiru hypothermia mirip profil alm. Jendral Soedirman), kami (aku dan alif) ikut berjalan di belakangnya, epic sekali! serasa jadi pasukan gerilya Jendral Soedirman menembus belantara. abis itu pulangnya kita menghabiskan nasi tanpa lauk saking laparnya…bener-bener perjalanan langka yang nggak akan pernah kulupakan. 

    Ku panggil dia satria. setelah lulus SMA kami sama-sama  merantau ke jabar, sama-sama kuliah di kampus negri, dia FISIP Depok, sedangkan aku di FMIPA Bogor, beberapa waktu kita saling mengunjungi satu sama lain. setelah lulus dia menghilang tanpa jejak, lamaaaa sekaliii....

-000-

    Sebuah pertanyaan yang menohok alam pikirku terlontar darinya: “Dalam skala 1-10 seberapa puaskah kau dengan pencapaian hidupmu?” what.. baru kali ini reunian, dikasi pertanyaan berskala kayak gini. Bagaimana kumenjawab model  pertanyaan survey ilmiah gini selain berfikir cepat merangkum seluruh pencapaian hidupku yang masih jauh dari definisi sukses jaman now…
daaaaan 1,2,3 otakku loading lama…ketemu deh angka 7. Ok fix skala 7 kujawab lugas. 

Dia balik nanya: ”Jelasin knapa 7 ? Apalagi yang masih kurang?” what…Kalau dia nanyain itu pas lagi minum, mungkin ku bakal keseleg batuk berkali2. Untungnya dia nggak gitu, dia emang kawan baik, yang bisa memilih momen santai untuk menanyakan pertanyaan seserius itu, sambil memboncengku dengan motor satria menuju kosannya di daerah siman.
    Ok knapa 7, secara penilaian versi pribadi at least ku sudah ada 7 simbol kenyamanan lelaki jawa, yaitu:
1. Sandang (ga update fashionable, asal cukup buat nutup aurat),
2. Pangan (masih bisa makan cukup: nggak sampe obesitas & nggak kurang gizi)
3. Wismo-rumah di surabaya (yang penting cukup ada naungan, nggak kena panas ujan)  yang kutempati saat ini bukan rumah impian hasil kringat sendiri, melainkan warisan, beruntungnya dengan ini keluarga kecilku bisa selamat dari jebakan riba KPR.
4. Turonggo (kendaraan motor tua vega 2004 yang menenangkan jiwa karna: kubeli cash non kredit ribawi & anti maling- selama ini nggak ada yang mau nyuri meski kusering kelupaan kunci motor masih nempel & parkir sembarangan pinggir jalan).
5. Curigo (senjata keris-pusaka warisan keluarga yang zaman sekarang nggak banyak berguna selain skedar koleksi benda antik) satu-satunya senjataku yang paling berguna untuk bertahan hidup waras di dunia yang kian menggila ini hanyalah ilmu dari Quran & hadits.
6. Kukilo (hobi laki-laki jawa mainstream piara burung/kukilo, karna aku pragmatis & anti mainstream kupilih piara lintah, terinspirasi dari expedisi KIR SMA di hutan pudak. lumayan buat bantu praktik terapi bekam, hobi yang kugeluti hingga sekarang).
7. Garwo/belahan jiwa, (ku sangat beruntung bisa menemukan belahan jiwaku, sang bunga desa, putri pak imam masjid di bumi pasundan yang bisa membuatku merasa utuh, apalagi ditambah hadirnya anak-anak. semakin menggenapi makna hidup)

3 lagi sisanya yang kurang yaitu:
8) Hidup sederhana di desa Ciwalen,  Cianjur jabar . hidup berpermakultur, bersyiar hikmah syariah islam di desa. rintis sekolah alam, berkoperasi berjejaring dengan komunitas akhir zaman.
9) Umrah/haji backpacker. Pilihan berpetualang hemat kebaitullah. memunguti hikmah yang beterbaran di sepanjang jejak-jejak kenabian.
10) Mati husnul hotimah, syukur-syukur bisa mati di mekah atau kalau ditakdirkan mati di desa yang damai juga Alhamdulillah. mati dikubur di mekah/ cipanas itu sudah sangat indah bagiku.

    "Kenapa kembali kedesa?” Dia balik nanya. 

“Ku kenal banyak orang, ada yang ke desa karna life style sudah mapan finansial dan ada juga karena lelah dengan perkotaan.” Jelasnya.
Tanpa mikir kujawab: “kalau aku jelas karena lelah” … dia langsung mampir ke café untuk menjamuku.
     Dia bener-bener memuliakan tamu. Tamu yang lelah. Lelah dari segala hal stress, polusi-macet perkotaan, ilusi sistem kapitalisme yang ribawi, yang eksplotatif, koruptif..Ah sudahlah..

---000---

    Di café itu dia menyemangatiku: “Jangan menyerah di usia produktif ini, maksimalkan sisa umur, tunjukkan pada dunia kapitalis ini kalau kita bisa mencapai standar mereka. Bukankah akan lebih anggun ketika kita sudah bersusah payah mencapai standar kemapanan kapitalis, lalu kita berkata hadza min fadhli robbi- ini semua kurnia dari Tuhanku. jangan jadikan aherat sebagai pelarian dari kekalahan hadapi dunia." Kusuka kalimat ini makanya langsung kutulis dalam memoriku.
   Ok gilirianku nanya: what is your wildest dream?. Dia jawab: “impian terliar ya.. emmh pengennya punya rumah & usaha mapan di Paris lalu jadi salik (sufi yang bersahaja) sehingga bisa dengan tenang bilang “hadza min fadhli robbi“ ke semua teman yang bersilaturahim dirumahku.”

    Dia juga sering mengingatkanku untuk tak lupa sholat dan ngajari anakku untuk sholat: “Jadi buatlah rekayasa sosial membiasakan tradisi islam sejak dini untuk anakmu agar kelak sesusah apapun kehidupan yang dia jalani,di alam bawah sadarnya sudah tertanam spirit untuk tetap bertahan hidup bener di jalan Allah”.
    Unik emang kawanku satu ini. Impiannya jadi salik yang bersahaja di pusat kota symbol kemegahan kapitalime dunia. Nyuruh sholat, dia sendiri nggak sholat, dia memilih nyaman di jalur abangan pluralis. dia bilang udah cukup seneng bisa mendorong temannya masuk surga. Kalau misalnya dia ketinggalan nggak masuk sorga, padahal semua temennya yang dia dorong sudah masuk sorga semuanya, dia yakin Tuhan pasti punya kebijaksanaan sendiri buatnya.
    Oh okelah, emang cukup beralasan. Kupernah baca hadits riwayat muslim mengenai kebijaksanaan Allah untuk orang beriman yang ketinggalan di neraka akan dijemput penghuni sorga yaitu saudara/sahabat soleh yang menyaksikan keimanannya selama kebersamaannya di dunia.
    Selepas menikmati makan malam, ku dipersilakan solat isya di kamarnya. setelah sholat tiba2 hatiku terketuk untuk mendoakannya: “Ya Allah semoga dia bisa kembali nyaman merengkuh syariat islam seperti dulu dan aku bersaksi ya Allah dia orang beriman..maka kumpulkanlah kami di jannahMu bersama dengan orang-orang beriman lainnya…”

    Kami ngobrol ngalor ngidul dari terorisme hingga politik global hingga tak terasa udah jam 12 malam. Lalu ku dipersilakan tidur dikamar kosnya sambil dia nyalakan obat nyamuk bakar tapi kutolak halus. mending tidur sambil sedekahin darah ke nyamuk daripada tidur dengan polusi pestisida kapitalis. Sambil berbaring kudengar jelas berisik suara mesin diesel pengairan sawah, dan sesekali ada percikan api dari ledakan-ledakan kecil kabel SUTET diatasnya. Bener-bener tempat yang indah untuk dzikrul maut. Dan akupun langsung tertidur …pulas sekali disana..Tumben, padahal seringnya aku insomnia.

---000---

4 Sept 2018

   Kuterbangun dengan alunan solawat tarhim yang merdu menembus alam bawah sadarku. Memanggil-manggil jiwa Sang Khalifa fil ardh yang tertidur dalam diri setiap orang yang terbius dunia kapitalisme. ”Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk, Yâ imâmal mujâhidîn...”

   Langsung otomatis bergegas ke mesjid sholat shubuh. Semakin mantap dihati ini..kuputuskan menutup buku kehidupan yang serba santai dengan riba asuransi kesehatan, asuransi pendidikan link, riba tabungan non syar'i. Saatnya resign kerja di kota, siapkan bekal balik ke desa, dan mengejar target selanjutnya 8,9,10...Ya Allah ampuni kami, kuatkan jalan kami, rahmati kami, Ya Rahmana irham dhofana..

 


Alunan merdu Sholawat tarhim



Kondisi terkini desa krebet:
bertransformasi menjadi desa wisata kerajinan batik 
produksi warga tuna grahita.

 

Komentar

Postingan Populer