WEDDING DECISION

Sobat, ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berani memutuskan untuk menikah. Mau dalam kondisi kaya kek/ miskin kek aku tetap akan nekad menyegerakannya. Seringkali terdengar suara-suara ketakutan: “Serius? emang sudah mapan (sandang,pangan,perabotan, papan, kendaraan)? Mau dikasih makan pake apa? Trus mau tinggal dimana?” -lalu suara-suara itu kuabaikan dengan sebuah keyakinan: Bukankah yg ngasih makan aku & seluruh mahluk hidup dimuka bumi ini Allah? Maka bersegeralah aku dalam kepasrahan dijalan-Nya.

Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berani memutuskan dengan siapa aku akan menikah. Aku tidak lagi banyak bertanya tentang calon istriku, ku jemput dia di mana saja ruang kesempatan yang Allah beri. Ku ga akan lagi idealisme milih suku, warga Negara, lokasi domisili, rupa, kecocokan, kelimpahan materi, gelar akademis dll. 

Satu hal yang pasti, aku tidak akan ribut dengan takdir/ ketentuan Allah. Kuterima seluruh realitas yang ada! Maka bersegeralah aku dalam keikhlasan dijalan-Nya.

Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak melihat segala kekurangan istriku, melainkan terus fokus pada kelebihannya. Sekuat tenaga pula, kucoba bahagiakan dia. Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka terenyuh hatiku & meleleh air mataku saat melihat segala kebaikan dan kelebihan istriku, yang rasanya sulit aku tandingi. Ketika Allah menjadi alasan paling utama, aku berdoa, Yaa Allah, jadikan dia, seorang wanita, istri dan ibu anak-anakku, yang dapat menjadi jalan menuju ridha-Mu. Amin. 

Sobat, kalau Allah menjadi alasan paling utama untuk menikah, maka takkan ada lagi istilah: mencari soulmate yang cocok, yang ideal berkualitas, yang menggetarkan hati, yang menentramkan jiwa, 

yang…..yang. …yang….. .dan ribuan daftar “yang”…… lainnya.. …Karena bukankah kondisi itu semua adalah hasil pencapaian suatu relasi yg baik dan halal, dibina melalui rentang proses yang memakan waktu yang tak sebentar? Dan bukankah manusia itu sendiri dinamis dengan ragam perubahannya yg cepat?

Sobat, ketika alam berfikirku masih sepolos & seidealis anak muda 21 tahun, aku sudah memiliki niat untuk menikah di usia 25 tahun (kayak usia nabi muhammad nikah), meskipun hanya sekedar niat, tanpa modal keilmuan & pemahaman yang cukup. Karena itu, aku meminta jodoh kepada Allah dengan banyak kriteria & standar. Aku berpetualang jalani proses relasi pacaran yg ribet dan makan waktu lama (harus selalu tampil sempurna untuk membuktikan kelayakan uji fit & proper test). Yang kudapati hanyalah kelelahan jiwa raga untuk terus mempertahankan relasi semacam itu dan akhirnya Allah-pun belum mengabulkan niatku. Relasi itupun kandas…

Ketika usiaku 24 tahun, semua orang-orang yang ada di sekelilingku, terutama orang tuaku, mulai bertanya pada diriku dan bertanya-tanya: Kenapa aku blom Mau menikah?

Kapan kawin? Bosen juga kalo jawabnya mei, meibi yes meibi no…. dalam risih karena ditodong dengan pertanyaan2 semacam itu, bathinku berdoa,dengan mengurangi permintaanku tentang kriteria jodoh kepada Allah. Rupanya masih terlalu banyak. Dan Allah-pun belum mengabulkan niatku. Yah target nikah di usia 25 tahun pun kandas….

Ketika usiaku menginjak ultah 26 tahun, aku bertekad, bagaimanapun caranya, bagaimanapun kondisinya aku harus menikah di usia 27. Saat itulah, aku menyadari, terlalu banyak (baca:lebay) yang aku minta kepada Allah soal jodoh yang aku inginkan. Mulailah aku mengurangi kriteria yang selama ini menghambat niatku untuk segera menikah, dengan bercermin pada diriku sendiri: 

Ketika aku minta yang cantik, aku mikir ulang: emang aku udah ganteng? (jangan2 ntar jadi kayak pasangan beauty and the beast)

Ketika aku minta yang cukup harta, aku berpikir sudah cukupkah hartaku? (jangan2 ntar jadi kayak cinderella man / pasangan sado-masochis sultan klantan & manohara)

Ketika aku minta yang baik, aku berpikir sudah cukup baikkah diriku? Bahkan ketika aku minta yang solehah, merinding sekujur tubuhku sambil ngaca di depan cermin, menyadari betapa akupun belom soleh. 

Dititik itulah egoku untuk masang standar (lebay) pasangan idealku mulai runtuh, aku mulai bisa melihat kenyataan hidup. Tuhan bukannya ga mendengar doaku selama ini, Tuhan bukannya ga pengasih padaku, tapi akunya ajah yang bebal ga melihat betapa Tuhan udah memberiku banyak jawaban, banyak kesempatan!

cuman Egoku, standar hidupku, idealismeku yang membutakan mataku untuk melihatnya….aku gagal melihat kemanusiaan seutuhnya-terang gelapnya: yang kutuntut Cuma baiknya ajah dan menolak/ abai dengan sisi gelapnya, hingga aku menjadi pribadi yang ga bisa mengenali lagi kasih seutuhnya-apa adanya “Unconditional love” yang pernah kudapat dari seorang perempuan yang mau melahirkan dan membesarkanku, ibuku…yang mau memberiku kasih tanpa syarat dan tendensi…aku udah lupa: hakekat penciptaan wanita adalah untuk menjadi ibu kehidupan. Semuanya pasti punya cinta, kasih tanpa syarat, dan aku ga sadar betapa semua manusia ga sempurna dengan sgenap sisi gelapnya. Jadi kenapa musti ga nerima hakikat manusia seutuhnya??

5 bulan menjelang ultahku yang ke 27 th, Ketika itu aku udah mulai meminta sedikit….. Ya Allah, berikan aku jodoh yang sehat jasmani dan rohani dan mau menerima aku apa adanya, ternyata masih belum ada tanda-tanda Allah akan mengabulkan niatku. 

Dan ketika aku meminta sedikit…lebih sedikit. ..lebih sedikit lagi. ..dan makin sedikit….. Ya Allah, siapapun wanita yang langsung menerima ajakanku untuk menikah tanpa banyak bertanya, berarti dia jodohku. Dan takdir Allahpun seakan tergelar lebar untuk memudahkan jalanku untuk segera menikah. Semua urusan begitu cepat dan mudah kulaksanakan: dari taaruf, hitbah, sampai akad nikah ga sampe sebulan. Alhamdulillah, ketika aku meminta sedikit, Allah memberiku jauh lebih banyak. hingga kini Alhamdulillah ku dapati istri yang sabar, rendah hati dan begitu berbakti kepada suami dan subhanallah cantik. dia gadis terindah anugerah Tuhan yg sangat kusyukuri…

Sahabatku, bertahun-tahun aku lewati dengan sia-sia hanya karena permintaanku yang terlalu banyak. Bertahun-tahun telah kulakukan banyak sekali kesalahan trial & error, berpetualang mencari the best soulmate! Cuma 1 hal yang benar yang kuyakini, yaitu bersegera menikahi perempuan yang mau menerima ajakan pernikahanku dan menerima seluruh realitas hidupnya, hidupku, hidup kita apa adanya. 

Keputusan menikah kuawali dengan tekad mengakhiri proses pilah-pilih yang terbaik (preferensi) & membanding-bandingkan (komparasi) manusia, mengakhiri preferensi& komparasi berarti berani meruntuhkan standar idealisme. Meruntuhkan standar idealisme diawali dengan kemauan menerima hakikat kemanusiaan seutuhnya, yang itu berarti ikhlas menerima kenyataan hidup. Tiada lagi preferensi, komparasi, standar idealisme, yang ada hanyalah realitas hidup manusia seutuhnya yang tinggal di bumi manusia dengan segala permasalahannya

Aku yakin, Sobat jauh lebih mampu dan lebih baik daripada yang sudah aku jalani. Aku yakin, Sobat tidak perlu waktu berlama-lama untuk berani memutuskan menikah.Terus berjuang saudaraku, semoga Allah merahmati dan meridhoi kita semua. Amin. 



Komentar

Postingan Populer