Literasi Sains ISLAM: inner-out

 

Konsep 123: 1.Tilawah (baca), 2.Tazkiyah (penyucian jiwa) dan 3.Ta'lim (pengajaran) resume dari Dr. Majid Al-Kilani, Titik Ba (Ahmad Toha Faz), dan konsep Hati dari Al-Hakim At-Tirmidzi.

    Semakin memperjelas  tahapan Pendidikan yang diilhami oleh Al-Qur`an 2:151 "Sebagaimana (telah Kami sempurnakan nikmat kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu: yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui."

    Contoh historis perintah yang ditujukan pada orang-orang yang beriman untuk menjadikan Ka'bah sebagai kiblat salat adalah di antara tujuan Kami mengutus Rasul. Ia akan (1)membacakan kepada kalian nikmat yang telah Kami sempurnakan dengan karunia turunnya al-Qur'ân. (2) Menyucikan jiwa kalian dari noda-noda kemusyrikan, kerendahan moral dan tradisi,  serta (3) mengajarkan pada kalian segala yang tidak kalian ketahui. Mengajak kalian berdialog secara ilmiah tentang kandungan al-Qur'ân, ilmu pengetahuan yang bergunaSebelum itu kalian semua berada dalam jurang kebodohan dan kesesatan yang membutakan.

    Langkah pertama adalah mendidik shadr dengan Tilawatul ayat. Menegaskan makna ayat dan membedakannya dengan dalil, lalu membacakan seluruh tanda-tanda kebesaran Allah disegenap ufuk diiringi dengan menumbuhkan  sikap tunduk patuh kepada Allah sebagaimana patuhnya seluruh alam, bertasbih sebagaimana tasbihnya semesta. pada tahap ini targetnya adalah insirahushadr lil islam (lapang dada menerima Islam)

    Langkah kedua mendidik hati dengan tazkiyah. Dzikrullah menjadi hidangan utama dalam tahap ini. targetnya adalah ketentraman dan ketenangan hati dengan iman yang kokoh (sakinah wa tuma`ninah), puasa, dan zakat untuk penyujian jiwa, raga dan harta.

    Langkah ketiga Ta'lim. Pada tahap ini Fu`ad (mata hati) dan Lubb (hati nurani) diajarkan ilmu-ilmu yang bersumber dari Al-Kitab, Al-Hikmah, dan penemuan-penemuan baru (ويعلمكم ما لم تكونوا تعلمون). ilmu yang diajarkan dan diterima oleh Hati terdalam akan menghasilkan faidah dan manfaat bagi dirinya sendiri dan bagi alam semesta. diharapkan ilmu yang keluar dari fuad dan lubb ini bisa menjadi solusi untuk problematika global (SDG's) sehingga Islam sebagai rahmatan lil'alamin.

--0O0--

    Matematika dapat digunakan untuk mengasah logika kewarasan, kesadaran diri, ayat Allahu ta'ala yang berada di dalam diri kita/mereka (في انفسهم). Begitupun Biologi kedokteran dan psikologi adalah tentang ranah membaca & memahami ayat diri & mahluk.

    Fisika, astronomi adalah tentang kepekaan dan kecermatan membaca ayat terluar, di dalam perspektif pengukuran kadar (في الافاق) bi husban. Fondasi fisika (dan seluruh sains) adalah kewarasan/ kesadaran. Apakah kalam ilahi (instruksi, informasi)  relevan sebagai fondasi matematika dan fisika? tentu saja. segalanya satu utuh tak terbagi & sejatinya fana. Berikut 3 aspek ilmunya:

Aspek

Definisi

Konten Utama

 Referensi

Ontologi

Hakikat realitas ilmu dan eksistensi.

Realitas ilmu berasal dari Allah (Tauhid).
Manusia sebagai pembelajar (khalifah).
Alam semesta sebagai "ayat kauniyyah" (tanda kebesaran Allah).

 

Q.S. Ali Imran: 190, Q.S. Al-Baqarah: 30.

Epistemologi

Sumber dan metode memperoleh ilmu tidaklah sekuler & liberal.

Sumber: Wahyu (Al-Qur'an), akal, pengalaman empiris mencari kebenaran.
Metode Tadabbur quran (perenungan), tafakkur (berpikir kritis), keterpaduan wahyu (axiom) & sains (detil operasional).
Pendekatan: Holistik (ilmu dimulai atas nama Allah, menamai benda-benda/encoding lalu iqra mengurai makna detil oprasional/decoding).

 

Q.S. Al-Ghasiyah: 17-20, Q.S. An-Nahl: 11, Q.S. Al-Ankabut: 43.

Aksiologi

Nilai dan tujuan ilmu dalam perspektif Islam.

Ilmu untuk menggapai ridha Allah dan memakmurkan kehidupan. Transformasi jiwa dan peradaban berkah.

Q.S. Az-Zumar: 9, Q.S. Fatir: 28, Q.S. Al-Hadid: 25.

Konsistensi literasi Al-Quran menggunakan istilah tadabur quran (bukan tafakur) karena:

1.    Spesifik: Tadabur merujuk pada aktivitas khusus mengkaji Al-Quran secara holistik.

2.    Aplikatif: Bertujuan mengubah pemahaman menjadi amal nyata.

3.    Terstruktur: Memerlukan pendekatan ilmiah (bahasa, tafsir, konteks) untuk menggali makna.

4.    Perintah Langsung: Quran sendiri menyuruh manusia untuk "bertadabur" atasnya (QS. 47:24).

Sementara tafakur adalah aktivitas kontemplasi umum yang tidak terbatas pada teks, tetapi mencakup seluruh ciptaan Allah. Analisa Perbedaannya pada table berikut:

Aspek

Tadabur Quran

Tafakur

Penjelasan

Makna Linguistik

Berasal dari kata د ب ر (menganalisis, mengkaji dari awal hingga akhir).

Berasal dari kata ف ك ر (berpikir, merenung secara umum).

Tadabur fokus pada pendalaman teks, sementara tafakur bersifat kontemplasi universal.

Penggunaan dalam Quran

Disebut khusus untuk Al-Quran (QS. Muhammad [47]: 24).

Disebut untuk merenungi ciptaan Allah (QS. Ali Imran [3]: 191).

Quran menggunakan istilah tadabur ketika memerintahkan interaksi dengan kitab suci.

Fokus Utama

Teks Al-Quran (makna, konteks, aplikasi).

Ciptaan Allah (alam, diri manusia, kehidupan).

Tadabur spesifik pada teks, tafakur pada fenomena alam/eksistensi.

Cakupan

Terikat dengan struktur, bahasa, dan tujuan Al-Quran.

Lebih luas dan bebas, tidak terikat teks.

Tadabur bersifat sistematis, tafakur bisa dilakukan kapan saja.

Tujuan

Transformasi diri, memahami hukum, dan menerapkan nilai Quran.

Menguatkan keimanan melalui refleksi atas kebesaran Allah.

Tadabur bertujuan praktis (amal), tafakur bertujuan teoretis (pengakuan kebesaran Allah).

Metode

Analisis bahasa (balaghah), konteks historis (asbabun nuzul), dan relevansi zaman.

Observasi alam, diri, atau peristiwa kehidupan.

Tadabur memerlukan ilmu tafsir, tafakur lebih intuitif.

Contoh Praktis

Menghubungkan ayat satu dengan lainnya (munasabah), meneliti tafsir ulama.

Merenungi keindahan alam, siklus hidup, atau keajaiban tubuh manusia.

Tadabur memerlukan kedisiplinan ilmu, tafakur bisa dilakukan oleh siapa saja.

Hasil yang Diharapkan

Pemahaman mendalam tentang Al-Quran dan perubahan perilaku.

Peningkatan kesadaran spiritual dan pengakuan terhadap kebesaran Pencipta.

Tadabur menghasilkan amal nyata, tafakur menghasilkan refleksi keimanan.

Contoh tadabur quran makna mizan hingga sampai pada simetri fisika newton dua ruas yang setara:
F = ma
saat dibaca dalam logika kausal: “jika gaya diberikan, maka percepatan muncul” atau
x + 2 = 5 “jika x ditambah 2, maka hasilnya 5”. Tapi apakah itu cara iqra yang tepat?
Apa yang sebenarnya tersembunyi di balik tanda sama dengan =. Apakah itu ekspresi dari sebab-akibat, atau justru cermin dari keseimbangan simetri struktur realitas?
1. Tanda Sama dengan Bukan Tanda Panah
Persamaan seperti: x + 2 = 5 tidak berkata: “karena x ditambah 2 maka jadi 5”, melainkan menegaskan relasi seimbang/ mizan. Penyelesaiannya:
x + 2 − 2 = 5 − 2
x = 3
Kita menjaga keseimbangan kedua sisi, bukan menyebabkan hasil tertentu. Kalimat: “jika ruas kiri dikurangi 2, maka ruas kanan juga harus dikurangi 2” hanya muncul karena bahasa kita cenderung me"maksa"kan urutan. Padahal yang terjadi bukan sebab-akibat, melainkan sekedar menjaga simetri keseimbangan.
2. Persamaan Fisika: Simetri dalam Wujud Formal
Contoh: F = ma
sering disalahpahami sebagai: “gaya menyebabkan percepatan.” Tapi dalam kenyataannya:
- Percepatan juga menentukan gaya (dalam pengukuran).
- Tidak ada “yang lebih dahulu”—semuanya koeksisten dalam sistem.
- Persamaan menyatakan invariansi struktural: setiap perubahan di satu sisi harus diimbangi oleh perubahan di sisi lain.
Inilah simetri matematis: transformasi yang tidak mengubah bentuk hukum.
3. Teorema Noether: Simetri Melahirkan Hukum, Bukan Sebaliknya
Fisika modern—melalui Emmy Noether (1918)—menegaskan: “Setiap hukum kekekalan bersumber dari simetri.”
Contoh:
- Invariansi terhadap pergeseran waktu: hukum kekekalan energi.
- Invariansi terhadap rotasi: hukum kekekalan momentum sudut.
Berarti, hukum bukan lahir dari “sebab”, tapi dari struktur yang tetap di balik perubahan. Alam tidak berjalan dengan dorongan linear, tetapi dengan relasi simultan yang menjaga bentuk dasar tetap utuh.
4. Bahasa Kita: Perangkap Kausalitas
Bahasa manusia bersifat linear: satu kata setelah lainnya. Maka ketika menjelaskan sesuatu, kita spontan berkata: “Jika ini dilakukan, maka itu terjadi.” Inilah sebab kenapa simetri yang visual dan bareng/simultan sering dibengkokkan menjadi kausalitas (jika maka berurutan) saat diucapkan.
Simetri tidak butuh sebab. Ia hanya butuh relasi yang utuh.
Penutup: Kembali Membaca Dunia sebagai Cermin, Bukan Rantai berurutan
“Ruas kiri = ruas kanan” adalah pernyataan bahwa realitas tidak bergerak karena dorongan, tapi karena keseimbangan. Simetri bukan aksiden estetika; ia adalah struktur ontologis semesta—dan dalam al-Qur’an, ia disebut al-mīzān.
"Kita bukan hidup dalam urutan domino, tapi dalam timbangan yang teguh. Maka tugas kita bukan mencari sebab, tapi menjaga simetri."


Komentar

Postingan Populer